Keluarga merupakan filter pertama dalam pembentukan karakter anak. Baik buruknya sang anak tergantung pada keluarga. Kalau soko guru landasan ini tidak kokoh, bermasalah, tentunya produk yang dihasilkan akan amburadul pula. Salah satu hasil produk ketidakberdayaan keluarga tadi adalah Anak Jalanan.
Anak jalanan adalah anak yang melakukan akivitas ekonomi dan sosial di jalanan, termasuk tempat-tempat publik lebih dari 4 jam sehari bersama atau tanpa orang tua, yang berumur antara 0-18 tahun.
Aktivitas utama anak di jalan-jalan raya dan di ruang-ruang publik, seperti terminal bus, stasiun KA, pasar, mall, dan taman kota.
Fenomena anak jalanan merupakan masalah kompleks, terutama menyangkut aktivitas ekonomi anak dan pelanggaran hak anak. Pemahaman anak jalanan diperlukan dalam kerangka penanganan anak jalanan yang efisien dan efektif oleh pemerintah bersama-sama masyarakat. Disisi lain perlu juga pemikiran pemberdayaan keluarga secara simultan.
Latar Belakang Munculnya Anak Jalanan
Merebaknya anak-anak turun dan hidup di jalan akhir-akhir ini merupakan masalah yang berdampak bagi anak-anak itu sendiri maupun bagi orang lain. Bagi anak jalanan yang berada pada rentang usia 7-18 tahun merupakan masa seorang pada dunia sekolah untuk mengembangkan cipta, rasa dan karsanya. Proses pengembangan potensi ini akan menghambat bahkan terputus sama sekali oleh faktor-faktor resiko selama berada di jalanan, seperti perkelahian, pemerasan, perkosaan, pembunuhan, tertabrak kendaraan. Di sisi lain, kehadiran mereka mengganggu lalu lintas dan kenyamanan orang lain pengguna jalan dan ruang publik.
Faktor resiko di jalan ini mempengaruhi masa efektif dalam perkembangan jasmani dan psikomotorik, perkembangan sosial dan kepribadian, perkembangan kognitif dan masa mengembangkan intelegensia di sekolah.
Faktor struktural yang melatarbelakangi anak lari ke jalan dapat disebabkan oleh faktor putus sekolah, biaya sekolah kurang, membantu pekerjaan orang tua, dipaksa orang tua, tidak ada pekerjaan lain, karena tak memiliki ketrampilan, tidak tahan atas perilaku salah satu orang tua, mencari teman dan pengalaman serta anak ingin hidup bebas.
Faktor kultural turut menjadi determinan uang dipengaruhi oleh adanya perubahan sosial-ekonomi keluarga. Karena kesulitan ekonomi, orang tua cenderung mendorong anaknya turut membantu mencari uang. Ada semacam kebanggaan terhadap jerih payah yang diperolehnya di jalan. Teman sebaya turut pula mempengaruhi anak turun ke jalan.
Kebutuhan Anak Jalanan
Kebutuhan anak yang berada di jalan harus didasarkan pada hak-hak anak (rights based) dan tidak sekedar pada kebutuhan pokok mereka (basic needs-based) yang umumnya menjadi acuan intervensi berorientasi kesejahteraan sosial. Di samping itu, perlu dipahami pula bahwa anak jalanan bukanlah sebuah populasi yang homogen. Selain lamanya di jalanan, anak jalanan perlu dipahami sesuai dengan masih ada atau tidaknya hubungan dengan orang tua, jenis pekerjaan mereka, umur saat di jalanan dan gender. Aspek gender menjadi sangat penting karena anak perempuan mempunyai resiko yang berbeda dengan anak laki-laki, khususnya karena status sosial dan kesehatan reproduksi mereka. Hal diatas perlu dipahami untuk mendeskripsikan kebutuhan mereka.
Berdasarkan temuan di lapangan, kebutuhan utama anak adalah kebutuhan akan pakaian, bea siswa bagi yang masih sekolah, kebutuhan akan obat, rasa aman, modal usaha, pendidikan ketrampilan dan pemeriksaan kesehatan.
Demikianlah gambaran streotip anak jalanan. Dominan dari anak yang bermasalah sebagai akses atau dampak ketidakberdayaan keluarga, keterpurukan keluarga dalam menggapai hidup yang sejahtera. Hidup sejahtera hanya suatu obsesi, jargon, ilusi yang tak kunjung tercapai.